Pagi buta ku terbangun. Sinar dunia mulai
memperlihatkan cahayanya dengan perlahan. Seperti kamu yang perlahan masuk ke
dunia ku. Memberi cahaya ke hidupku yang sangat redup, dan menjadi debar saat jantung ini
berhenti berdegup.
Ku ambil baju putih, karena ku tahu di
Dufan sangatlah panas sekali. Aku tahu, tak sepenuhnya aku memakai baju putih.
Warna hitam, menghiasi pakaianku. Karena ku tahu, tidak ada warna putih yang
sempurna. Layaknya cinta, selalu ada pertengkaran di dalamnya. Tapi sebagian
menyebut pertengkaran itu adalah bumbu-bumbu cinta. Tapi apakah jika terlalu banyak bumbu cinta, akan
terasa nikmat? Atau terasa hambar?
Kini ku menembus angin pagi sejuk dengan
motorku. Menjemput beberapa teman untuk berangkat bersama-sama. Bersama Dion,
Dhani, dan Restian. Angin
dingin ini menusuk lebih dari rindu, cekaman rasa lebih dari ingin bertemu. Mungkin
ini yang dinamakan cemburu.
Kini kami berempat berada di stasiun Depok
Baru, menunggu kereta dengan rasa bergebu-gebu, bukan menunggu seseorang dengan
ketidakpastian, tanpa teman, dan sendirian. Kereta pun datang, terlihat dari
selatan kereta mulai melaju dengan perlahan. Berbeda dengan air mata ini, yang
semakin hari semakin laju, jatuh, dengan luluh. Andai, menunggumu sama seperti
menunggu kereta ini. Kereta ini sudah dipastikan datang ke sini, tanpa harus basa basi kesana
kemari, dan tanpa singgah kesana kesini.
Kami bertemu dengan teman kami yang lain,
di stasiun Pasar Minggu. Kami berlimabelas, siap menuju ke Dufan. Ya, sebuah pertemuan kami terasa
berbeda, karena kami tahu kami akan menghabiskan waktu bersama-sama dengan
tawa, bukan rasa sesal. Aku harap pertemuanku dengan mu seperti itu. Kami
pun menaiki kereta menuju stasiun Kampung Bandan.
Sekarang aku berdua dengan temanku Ponco
di stasiun Kampung Bandan, kami kebingungan mengapa hanya ada kami berdua.
Ternyata teman kami terpaksa keluar dari desakan orang kantor di kereta. Seperti hati mu, berlomba-lomba orang
berdesakan ingin masuk, hingga menimbulkan korban.
Kami berdua masih menunggu teman kami,
sembari makan pastel, diiringi angin sejuk. Saking sejuknya, kupendam rasa ku ingin berteduh di bawah
senyumanmu. Hingga akhirnya kami berdua bertemu dengan teman kami yang
lain. Kami menuju pintu keluar staisun Kampung Bandan, dan berjalan menuju
Ancol. Sampai disana, kami diperharuskan masuk lagi hingga Dufan. Ada ‘jarak’
dari stasiun ke Dufan. Semakin
itu pula aku jarak kau dan aku pun menjauh. Tapi ada rindu, rindu yang akan
selalu menyinari jarak. Di tiap jatuhnya cinta mengalun tak sudi beranjak.
|
Akhirnya sampai di Dufan! |
Dunia Fantasi adalah tempat untuk
orang-orang normal, bukan untuk orang-orang yang sedang jatuh cinta. Karena aku
tahu, fantasi orang jatuh cinta sangatlat berbeda. Dia melintas di imajinasi, dan menghisap apresiasi.
Berjalan kearah dalam Dufan. Soundtrack Dufan yang khas mengiri tiap
langkah kami ke wahana permainan yang ingin kami naiki pertama kali. Menikam langkah, perih terasah,
aku tersayat menimang rindu yang bernanah.
Sebagai pemanasan, kami menaiki wahana
Hysteria. Wahana Hysteria sebagai pemanasan? Kalian tahu bagaimana permainan
ini membawamu perlahan lahan, lalu dengan cepat ia membawamu
setinggi-tingginya. Tetapi... saat kau berada di pucuk, dia membawa untuk jatuh
lagi, hingga tanah harus terinjak kembali. Seperti cinta terakhir yang kualami.
Ku bahagia sampai sekarang, tanpa air mata. Kami masih mengantre di antrean
yang seperti ular. Di mataku banyak wanita cantik, tapi tak cukup menarik dan
membuatku tertarik. Di mataku banyak wanita berpakaian seksi, tapi rupamu masih
ada di pikiran dan di hati. Tapi ada yang membuat ku terpana, yaitu seorang
perempuan kurang ajar. Perempuan yang rupanya menyerupai rupa wanita yang ku
suka. Kenapa? Kenapa dia berdiri dengan anggun di depan ku sekarang? Rupanya
tak cantik, tapi ia begitu manis. Aku sadar, perempuan kurang ajar ini hanyalah kamuflase kerinduanku ke
kamu saat ini.
Selanjutnya kami menaiki wahana
ontang-anting. Ayunan yang berputar, hingga terasa ikatan ini akan terlepas,
bebas, tanpa sebuah paras. Dari atas sini, ku lihat orang-orang bermental kecil
untuk menaiki wahana ini. Yakin akan mencintainya dengan mental kecil? Percaya
dirilah, ketahuilah cinta tak akan sukses tanpa usaha, kalahkan orang-orang
yang menyayanginya dengan selalu ada untuknya. Siapa yang ingin terpenjara seorang diri tanpa seorang
yang menemani?
Aku didalam rumah. Jalan berliku-liku,
salah jalan bisa bertemu jalan buntu. Rumah yang dipenuhi cermin ini membuat
kami semakin rumit menemukan jalan keluar. Ya, dengan sedikit perjuangan, kami
keluar dari rumah ini. Jika dilihat-lihat, sebuah hubungan cinta seperti rumah
cermin ini. Cinta itu rumit, seperti labirin ini. Berjalan kebingungan dengan
sedikit nostalgia. Saat
kita bergaya di depan cermin, menutupi kesedihan yang tertutup sempurna.
Masih berjalan menuju pintu keluar. Disaat itulah kita menemukan kebahagiaan
hubungan yang kita lewati dengan perjuangan.
Temanku Syaiful bilang, wahana permainan
Perang Bintang sangat mengasyikkan. Benar begitu? Mencoba membuktikan, kami
masuk ke dalam. Saat kami masuk ke dalam, banyak sekali ruangan kosong yang
harus kami lewati. Dari gelap, hingga terang. Kami pun menemukan antreannya,
hingga giliran kami. Kami menaiki perahu berbentuk lingkaran yang akan
berputar-putar. Sambil menembaki lampu hijau yang ada. Tetapi... perkataan
Syaiful adalah teori bohong yang pernah ku dengar. Wahana ini tidak begitu
mengasyikkan. Begitulah, kadang
kita harus mengetahui isi dalamnya dari pada mengetahuinya isi luarnya sebelum
kita menyukainya.
Letih bermain, tapi tak seletih ku
mengejarmu. Kami beristirahat disamping wahana Ice Age. Duduk sembari memakan bekal yang kami bawa. Tiba-tiba
seorang bule dengan muka khas Timur Tengah, meminta kami semua bergaya dengan peace. Saat kami bergaya, ia memotret
kami dengan smartphone-nya kemudian
berlalu pergi. Hal itu malah menjadi sebuah hal yang lucu bagi kami. Tapi aku
juga pernah menjadi seperti bule itu, datang dengan tiba-tiba, membuat
seseorang tertawa, lalu menghilang dengan tiba-tiba. Aku harap aku tak akan
melakukan itu lagi demi perasaannya. Tapi untuk ‘kamu’ yang sekarang, terima kasih telah membuatku jatuh
cinta. Debar bahagia siap menyambutnya. Patah hati siap aku terima. Yang
terpenting kini hatiku bukan lagi tentang dia.
Ku akhiri ice cream sebagai makanan
penutup. Manis, tanpa pahit. Tidak seperti kopi tanpa air. Pahit ketika mengejar, luka saat
terjatuh, susah terbangun, akhirnya pun mati tanpa cinta.
Detik memaksa kami memasuki waktu
beribadah. Kami tak lupa
untuk beribadah kepada Tuhan, dan bersyukur bagaimana kekuatan-Nya menciptakan
dirimu.
Kami
menaiki wahana kora-kora. Ya kali ini kami menaiki wahana dengan bersama-sama.
Antrean ini membuat kami resah apakah kami akan duduk berdekatan atau tidak.
Sayangnya Aswin terpisah dengan kita semua. Aswin berada di sisi satunya. Aswin
duduk disamping perempuan, dan tiba-tiba saja saat wahana ini mulai berayun,
perempuan itu memegang tangan Aswin keatas dan tertawa menikmati wahana ini.
Kami sebagai cowok iri melihatnya, bagaimana nasib yang kami anggap sial karna
tidak duduk berdekatan dengan kami justru menjadi nasib yang baik bisa
berkenalan dengan perempuan. Setelah menaiki wahana ini, Aswin malah berpisah
dengan kami, karena dia ingin menaiki wahana lain dengan perempuan tersebut. Begitulah orang yang jatuh
cinta, dia akan melupakan sahabatnya dan mengacuhkan nasihat-nasihat
sahabatnya.
Sekarang senja menampilkan rona cerita
indah, membiaskan warna tanpa derita. Kami puas dari apa yang kami lakukan hari
ini. Tapi malam tak gentar untuk membuat kami kembali ke rumah. Tapi, tidak
dengan beberapa teman yang kami yang harus pulang terlebih dahulu. Pergi,
membuat kawanan menjadi sepi. Hati-hati kawan!
Sisa dari kami menuju pantai, menikmati
angin laut dengan sinar rembulan dan sedikit taburan cahaya. Lampu jalan
menyinari air laut yang sudah tercemar ini. Aku duduk sembari menikmati air
laut diterangi dengan cahaya-cahaya kecil. Indah, tapi tak seindah dirimu. Kaki
ku lelah berjalan, mungkin di langkahku sudah tiada lagi kakimu yang membuatnya
beriringan. Masih melihat laut, mencoba berpikir, apalah daya hanya wajahmu
yang terukir. Sekarang ku ambil batu. Ya batu ini adalah beban hidupku. Ku
buang batu ini ke laut jauh-jauh sambil berteriak. Ku harap beban hidup ini
hilang. Tapi aku ingin
menjadi batu ini, berharap dilempar ke palung hatimu, menyentuh dasar, dan
menjadi batu satu-satunya yang ada di palung hatimu.
Kini kami pulang, melewati jalan yang
gelap. Sepekat langit malam ini, seperti itulah rindu menyala. Harapan yang
teraniaya, kosong tak bernyawa. Di perjalanan ku lihat sesuatu yang aneh di
pohon, ada beberapa benda yang menggantung. Apa itu? Tapi, kenapa ada bergerak
dan ada yang tidak. Jika kena angin, kenapa tak semuanya bergerak. Hal tak
logis ini membuat ku, Stefi dan Nata lari dengan panik. Aku harap itu bukan
kamu yang menggangguku, tak
puaskah kau menghantuiku di pikiranku dan di setiap kegiatanku?
Ku naiki kereta dari stasiun Jakarta Kota
setelah menaiki angkutan kota. Di kereta betapa senangnyaku banyak bangku
kosong yang bisa ditempati. Rasanya ingin tidur, tapi tidur ini tidak akan
pernah nyenyak tanpa bisikan selamat malam dari bibirmu. Aku pun tidak tidur. Raga memikul letih, terucap lara
berlapis rindu yang perih.
Kini ku sambung perjalanan ku dengan
motor. Melewati angin malam, semoga ketiadaanmu tak membuat sepi. Karna
bersamamu hitungan waktu tidak lagi menjadi omong kosong. Rotasi bumi terhenti
hingga semesta berteriak minta tolong. Karena jarum jam terlalu cemburu melihat
senyumanmu. Berharap kini
mencintaimu bukanlah sebuah lamunan.
Jatuh
cinta...
Izinkan
aku jatuh cinta lagi.
Kepadamu
kamu yang manis, walau jauh dari kesempurnaan.
Menjadi
debar saat jantung ini berhenti berdegup.
Tambahkan
bumbu cinta secukupnya yang akan membuat hubungan ini nikmat.
Kita
habiskan waktu dengan tawa, tanpa rasa sesal.
Jatuh
cinta...
Izinkan
aku jatuh cinta lagi.
Menjadi
orang bodoh yang akan melupakan nasihat-nasihat sahabatku.
Rindu
akan menerangi jarak kita.
Menjagamu
dipelukanku, hingga terlepas oleh kehendak waktu.
Dan janganlah membuatku tergantung dengan sesuatu yang tak ku tahu.
Maafkan
jika aku melihat perempuan kurang ajar.
Tapi sejauh mata memandang, wajahmu akan selalu dimana-mana.
Karena
wajahmu mengisi di hati dan di pikiran.
Genggam
tanganku yang erat.
Mari
kita lewati labirin cermin ini.
Jangan
sampai tersesat.
Karna
kita tidak mau mendapatkan kebahagiaan yang sesaat.
Pungut
tawa di perjarlanan,
Agar
momen ini tidak ada yang terlewat.
Banyak
orang menilai,
Tanpa
melihat dari sisi dalam.
Kini
aku menilaimu,
Dari
sisi luar,
Dan kini
masuk ke dalam,
Mulai menilainya, dan...
Aku
jatuh cinta lagi.
Entah
mengapa Tuhan mempertemukan kita.
Tapi
kehendak-Nya tak akan terkira.
Menciptakanmu...
Yang jauh
dari kesempurnaan,
Namun melengkapi kekurangan.
Kini
ku lempar batu ke laut.
Ku
harap beban hidup berakhir menjadi maut.
Pergilah,
wahai masa lalu yang masih terpaut.
Kini
ku menutup mataku.
Mungkin
aku tak mengantuk, mungkin karna raga ini butuh kau peluk.
Datanglah
di bunga tidurku.
Terima
kasih untuk Jatuh Cinta
indah ini.