ini bukan cerita nyata. tapi cerita ini gua buat mirip dengan jalan hidup gua.
|
makasih 3 tahun untuk inspirasi cerita pendek yang gak terlalu berarti ini |
Aku
matikan lagu dari handphoneku. Masih termenung, dan perasaanku masih bosan. Aku
tidak bisa pergi bersama teman-teman karena hujan. Sudah 4 jam hujan membasahi
rumahku dan sekitarnya, melempar ingatan menuju suatu hari yang pernah aku
rencanakan, sebelum hangus akan kepergian. Hujan bukan hanya teringat sebuah
kenangan, tapi bisa jadi kenangan yang belum sepenuhnya jadi. Ya, jika itu baru
saja terjadi. Apalagi tadi malam.
Cinta
takkan pernah diduga, oleh karena itu aku tidak ingin memainkannya. Begitu pula
kalian, tidak perlu memainkannya jika tak ingin berakhir bahagia. Tiga tahun
lamanya aku habis dicuri oleh pesonamu, terbuai penuh harap. Kita pernah
menghabiskan satu malam di suatu tempat, engkau bercerita, lalu kau menangis
dengan tersedu. Aku bukanlah pria yang tega melihat wanita menangis, apalagi
yang menangis adalah malaikat cantik. Aku saat itu ingin mengingatkan, 'selalu
ada aku yang selalu menemanimu dalam kesedihan'. Hapus air matamu, sebelum air
mataku menjadi deraian hujan malam minggu ini. Sekarang kamu berhenti menangis,
saat itu pula hatiku tersenyum.
Saat
itu aku sadar, cinta takkan bisa dipaksakan. Saat kamu menolak pelukanku saat
kau menangis. Tak sedikit yang memilih pelukan sebagai upaya menerjemahkan
kerinduan. Cukup diam dan memejam, biar hangat itu yang menghangatkan. Entah
saat kau tolak kehangatan pelukanku, itu adalah tanda darimu jika kita hanya
sekedar bersahabat. Cinta menjadi sahabat itu kedewasaan. Tapi wajarkah hatiku
menerimanya?
Langit
menyambut bulan dan bintang, hatiku mengungkap luka. Hari semakin malam,
cintaku semakin hilang, ini saatnya mengantarmu pulang. Tiba-tiba langit
menangis, aku mengajakmu untuk ke kedai kopi untuk berteduh. Tapi jika engkau
tak suka hujan dan candaan ringan di kedai kopi ini, izinkan aku memasuki
hatimu untuk berlabuh. Tapi, aah! bodohnya aku masih berpikir begitu. Yang ku
syukuri sekarang adalah, hujan hanya menghambat sebentar perjalanan malam kami
di kedai kecil ini.
Canda
gurauan aku keluarkan, tawa manismu kau lontarkan. Selalu ku coba ganti
senyummu yang sudah kadaluwarsa. Berkali-kali aku putar otak agar membuat
gurauan lucu agar kau sekedar tersenyum tipis. Rasanya ingin bertanya, 'Butuh
berapa malam aku lewati agar kau menetap di hati?'. Malam minggu ini biasa,
senyumnya yang membuat istimewa. Tiga tahun di masa SMA, tiga tahun itu pula
aku mengagumimu dari jauh. Tidak terasa kita akan pisah, memilih jalan
sendiri-sendiri. Bukan tak berani mengungkapkan, tapi ini bukan waktu yang
tepat tuk mengatakan. Itulah menjaga perasaan. Mungkin awalnya terasa sakit,
tapi daripada diungkapkan sakit terasa berkelanjutan, lebih baik rapi disimpan.
Kini
saatnya aku berterima kasih kepada hujan setelah di sukses menjalankan
tugasnya. Aku ucapkan 'hatur nuhun' kepada penjual kopi berlogat Sunda sambil
membayar dua gelas kopi tadi. Aku nyalakan motor bututku, aku antar ke rumahnya
dengan motor bututku. Aku ucapkan 'terima kasih untuk hari ini'. Kalimat yang
selalu aku ingin ucapkan tiap harinya dengan kecupan sayang kepadamu. Nada
penuh semangat adalah pilihan terbaik menghilangkan penat. Ada duka yang
bersembunyi dibalik tawa yang membahagiakanmu selama ini. Layaknya bumi,
perasaan pun berotasi. Ia pun masuk rumah, rasanya saja aku tak tega melihat
perpisahan ini.
Gempita
Sabtu menuju Minggu, jalanan macet dengan muda-mudi selepas malam minggu. Baru
keluar gang rumahnya saja aku sudah rindu luar biasa. Di hadapan malam, rindu
selalu kehilangan wujud aslinya. Bisa berupa kata, bisa juga menjadi nada.
Walau seringnya menguap begitu saja. Itu tadi bisa menjadi pertemuan terakhir
kita setelah 7 tahun kedepan nanti.
Jaga
kesehatan ya. Tubuhmu perlu kau jaga, agar tetap tegap menopang rindu yang
membuncah. Kini aku yang menjagamu dari jauh, dan akan selamanya menjagamu dari
jauh. Jarak inilah yang menjadi penguji kerinduanku. Mungkin aku harus pindah
hati, tapi aku masih ingin menyia-nyiakan waktuku untuk memikirkanmu. Inilah
saat yang tepat merayakan kesedihan.
Empat
jam berlalu, hujan tak kurun selesai. Teringat tadi malam saat kau tersenyum
tipis. Sekarang kamu sore ini bagaimana kabarnya? Masihkah tersenyum lebar?
Itulah senyum terhebat, sudikah kau berbagi keindahannya?
Kini
hujan telah berhenti. Lelah aku menunggu dalam ruang kebosanan. Aku kira ini
akan menjadi hari penuh dengan sakit hati memikirkanmu. Pikiran yang tak
terdefinisi, hanya melukai hati yang tiada berarti, karena hati ini butuh
sesuatu untuk diisi. Sepertinya ini saat yang tepat mencari senja bersama
teman-teman. Selalu ada pelangi setelah redanya hujan. Biarkanlah jarak
bekerja, dan biarkanlah rindu menyelimuti tidur malamku.
Mungkin ini yang
terbaik untuk kita berdua sebagai sahabat. Sesedih langit yang lupa cara
mengeja terang, begitu pula aku meresapi kehilangan.
Untuk
kamu, 7 tahun lagi kita akan bertemu di acara reuni SMA kita dengan seragam
pekerjaan kita masing-masing. Selamat menikmati senja minggu ini.
'Sakiti aku sesukamu, aku tulis kamu sepuasku' -penulis, original creativity, 17
follow gua di wattpad, slthnaz